Jika hanya dengan UU ITE yang bersifat regulative administrative maka pengarusutamaan daripadanya adalah menjaga dan memelihara agar transaksi berbasis elektronik tetap aman dan tidak diganggu oleh penyalahgunaan sarana elektronik semata-mata. Dengan UU pidana khusus diharapkan aspek hukum materiil maupun hukum formil (prosedur) – mempertahankan dan menjaga hukum materiil dari ancaman tindak pidana siber yang dengan sengaja dan melawan hukum bertujuan merugikan kepentingan nasional, di samping bertujuan memperoleh keuntungan daripadanya.
Masa depan Indonesia termasuk proses Pemilu 2029 yang akan datang sangat ditentukan oleh siapa yang menguasai teknologi siber. Jika dikuasai oleh kelompok-kelompok dengan tujuan kejahatan atau kecurangan pemilu maka akan berdampak buruk terhadap pemilu yang jujur, adil, bebas, dan rahasia, kecuali sebaliknya.
Dampak negatif juga akan terjadi dalam bidang perekonomian nasional dan keamanan nasional. Keberadaan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memiliki fungsi regulasi dan preventif semata-mata, tidak memiliki fungsi represif. Begitu pula fungsi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) hanya sebagai pemantau/pengawas lalu lintas siber dari dan ke dalam negeri juga tidak memiliki fungsi represif, akan tetapi memiliki fungsi perbantuan terhadap aparatur penegakan hukum dan Kemenkominfo.
Perkembangan pesat tindak pidana siber secara global saat ini harus dihadapi melalui 4 (empat) strategi terstruktur dan sistematis. Pertama, strategi preemtif yang menjadi tugas BSSN . Kedua, strategi preventif detention yang menjadi tugas Polri. Dalam rangka pencegahan, Polri dapat melakukan penahanan paling lama 3 x 3r jam untuk menentukan kelanjutan proses penanganan dugaan kasus tindak pidana siber. Ketiga, strategi represif yang secara khusus ditujukan menegakkan hukum dan melindungi kepentingan masyarakat luas dari ancaman dan serangan tindak pidana siber, dilengkapi dengan ancaman pidana berbasis stelsel minimum khusus dan maksimum umum.
Selain ketiga strategi tersebut, strategi keempat adalah diplomasi penegakan hukum dengan negara lain untuk mewujudkan kerja sama internasional sebagaimana diamanatkan oleh Konvensi Kejahatan Siber di Budapest Tahun 2001 yang menyatakan, recognising the need for co-operation between States and private industry in combating cybercrime and the need to protect legitimate interests in the use and development of information technologies; Believing that an effective fight against cybercrime requires increased, rapid and well functioning international co-operation in criminal matters.