loading…
Romli Atmasasmita. FOTO/DOK.SINDOnews
KUHP 1946 yang masih berlaku dan akan berakhir pada tahun 2026 yang akan datang, belum memberikan perlindungan hukum yang memadai, baik bagi tersangka/terdakwa dan terpidana begitu pula terhadap korban, di dalam kehidupan masyarakat. Contoh konkret dalam praktik peradilan pidana khususnya dalam hal penetapan tersangka di dalam KUHP dan KUHAP belum diatur secara khusus sanksi atas kelambatan prosedur untuk melengkapi BAP dari penyidik kepada kejaksaan setelah diterima oleh kejaksaan dalam tempo waktu 7 (tujuh) hari; dalam Pasal 138 KUHAP. Dalam hal kasus FB, mantan Ketua KPK proses tersebut telah dilampaui selama 8 (delapan) bulan atau 240 hari sejak diterimanya berkas hasil penyidikan dari kejaksaan.
Contoh kedua, pemeriksaan tahap penyelidikan yang menurut KUHAP diterangkan bahwa tahap tersebut untuk menemukan ada/tidaknya suatu peristiwa pidana oleh penyelidik; jika ditemukan bukti permulaan yang cukup, penyidik meningkatkan ke tahap penyidikan untuk menentukan siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka. Tenggat waktu perpindahan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan tidak ditentukan batas waktu, sehingga seorang saksi harus menunggu lama tanpa kepastian apakah penyelidikan lanjut ke penyidikan; dalam praktik hal tersebut sangat digantungkan kepada diskresi penyelidik dan penyidik yang sering berakhir dengan ketidakpastian perlindungan hukum bagi baik seorang saksi dan seorang yang telah ditetepkan sebagai tersangka. Kebiasaan praktik di KPK, perpindahan status saksi kepada tersangkan telah dimulai sejak akhir proses penyelidikan tidak pada tahap akhir dari proses penyidikan.